33 Tahun

Hai semua,

    Tujuh tahun berlalu tak kuntengok beranda ini. Tetiba hari ini, 21 Juni 2020 tepat hari kelahiranku. Ingin ku tuang sepatah dua patah kata, yang dapat mengurangi beban pikiranku.
   Beban dipundakku begitu terasa, menyelesaikan raport, mengurus rumah, keluarga, belum si caty caty yang entah mengapa mereka pada betah ditempatku. Belum kondisi fisikkunyang sedang kurang fit, batuk, radang, dan rasanya gigi ini terasa nyeri entah dari mana asalnya. Stres yang menjulang, asam lambung memuncak, aduh rasanya..
Alhamdulillah Allah berikan suami  yang sabar dalam menemaniku, dia membantu mengeprint selembar demi selembar yang begitu nyita waktu dan tenaganya. Printer yang menguji kesabaran, ditambah hampir 1 rim kertas telah keluar namun hasil hampir sia-sia. Mau bilang percuma, takut ia kecewa.
Anakku, Nabilah dan Kaisa. Si Kakak begitu semangat dalam memberikan ucapan kepadaku. Tapi berbalik dengan sikapku. Tak ada ulang tahun, umur umi berkurang, tidak ada yang patut dirayakan. Dosa menumpuk, kewajiban banyak yang belum di tunaikan, belum membahagiakan orang tua, anakku masih kecil-kecil. Terus apa yang harus digembirakan.
Ya Allah, berikanlah kesempatan aku untuk bertaubat. Dosaku begitu banyak, dosa ku pada suami, orang tua, mertua, anak, teman-teman, tetangga, semua orang pasti aku ada salah. Tolong maafkan saya... Please...
Untuk anak-anakku, aku harus semangat. Allah masih memberikan aku kesempatan kedua.
Delapan tahun yang  lalu, aku hamil 7 mingguaminggu pertama. Hari itu, adalah satu hari setelah aku mennggelar acara ngunduh mantu. Alhamdulillah, Kuasa Allah, sebelum acara, tak henti-hentinya aku berdoa, murottal Ya Allah berilah kelancaran acara besok, lancarkanlah Ya Allah. Meskipun tubuh ku sudah mulai terasa ada yang tidak berjalan semestinya. Ketika acara, beberapa tamu memperhatikan aku mengeluarkan keringat yang berukuran besar, kemudian beberapa menyebutkan aku pucat. Tetapi aku abaikan, mungkin faktor padat dan hamil juga. Acara mengunduh mantu, digelar 3 bulan pasca akad dan resepsi pertama. Jadi wajar aku sedang hamil.
Ketika acara selesai, alhamdulillah semua berjalan lancar. Aku masih bisa tertawa hah hihi, menyambut tamu dan sebagainya. Ketika pagi tiba, tamu masih terus berdatangan, perut ku sudah mulai menunjukkan keluhan. Sakittt..  tetapi aku tahan. Tak lama, mual yang dahsyat. "Ah, wajar", ucapku. Aku berlari menuju kamar mandi, seperti hujan deras, muntahku tak henti-hentinya. "Wajar, sedang hamil". Seiringnya waktu, muntahku berlebih, begitu erasa bibir ini ingin bertemu air, " aus.. minum.."
Aku ditemani keluar besar Ibu mertuaku. Beliau mendampingiku, begitu sabar. Sesosok pria siap pergi meninggalkan aku untuk bertugas. Dia suamiku, akan berangkat ke Bnadung selama seminggu. Dengan memastikan keadaan aku, "aku tidak apa-apa berangkat?" Tanyanya. "Berangkat saja", jawabku. Dalam benakku jika aku larang, aku khawatir dengan kondisiku.
Kondisi setengah sadar, orang tua ku datang, dan aku di angkut ke dalam mobil. Entah apa yang ada dibenakku waktu. Antara sadar dan tidak, aku mendengar "Neng yang kuat neng, kasian mas", dalam ahatiku bergemim, aku yang sedang sekarat kenapa mas yang kasian. Wajahku semakin pucat pasi, menguning dan makin hilang kesadaranku.

Tiba di RS, aku sudah ditangani oleh dokter. Dokter itu, tak jelas ku lihat wajahnya, hanya tangan dan suaranya yang begitu keras memukul mukul wajahku "mba bangun mna, jangan tidur dulu mba, mba bangun.. "ucapnya.  "Tolong buatkan teh manis cepat", pintanya kepada suster. "Kenapa baru dibawa sekarang? Ini sudah dehidrasi", ucapnya.
Tubuhku semakin dingin, makin lemas denyut jantungku, aku memegang jemari mamaku begitu erat, ma.. ma..  aku takut ada malaikat maut sudah siap dibelakangku. Mamaku tak henti-hentinya berdoa entah apa yang dibacanya. Tapi aku lihat ketegangan di wajah-wajah mereka. Mertua ku, orang tuaku, kakakku, saudaraku semua berdoa, aku yakin mendoakan aku. Beberapa jarum suntik, selang-selang dan kabel mulai tepasang, suara dokter menelpon dokter lainnya. Aku sudah tak sanggup melihat, hanya suara mereka yang dapat aku dengar denga pelan. "Harus segera Operasi, keluarga tanda tangan, dan janin sudah tidak bisa diselamatkan", setelah itu,  aku total tidak sadar.

Ditengah ketidak sadaran aku, orang tuaku berjuang sekuat tenaga menyiapkan dana agar aku dapat segera dioperasi. Dana sudah datang, masih kurang 100.000. hanya 100 rb dari 26 jt, namun masi tetap belum bisa dilaksanakan. Entah bagaimana perasaan orang tuaku pada waktu itu. Kepada orang tua ku, Mah, Pak, aku janji akan selalu ada buat kalian, semoga Allah memberikan rezeki, kesehatan, dan mempersiapkan surga Firdaus buat kalian. Begitupun Buat Bapak dan Ibu mertua ku yang dangat perhatian dan baik sekali, semoga kami dapat membalas kebaikan kalian, diberikan kesehatan, keberkahan, dan dipersiapkan surga firdaus yang teratas. Aamiin
Ooerasi berjalan lancar, namun aku tak sadarkan diri entah berapa lama aku dlam kondisi koma. Tiba-tiba, aku mendengan percakapan, aku berusaha menggerakkan jari-jariku. Mereka melihatnya dan berkata, "Desi sadar.. desi sadar, aku lihat mereka dengan samar-samar, alhamdulillah alhamdu, tangisan air mata mareka aku melihatnya.. ada yang menahannya, ada yang tak bisa membendungnya. Aku lihat nereka, aku lihat mereka begitu menyayangiku, mereka tak kuasa melihat selang selang yang menempel hampir diseluruh tubuhku. Aku pun tak bisa bicra, karena selang besar masuk kemulutku hingga tenggorokanku. Aku lihat, peralata peralat medis, infusan lengkap pada semua pergelangan tangan dan kaki.
Alhamdulillah, a



Komentar